MATERI-MATERI UKOM
*KMB – GADAR - KRITIS*
GCS (Glascow Coma Scale)
INTERPRETASI
Masing-masing
pemeriksaan E,V,M dijumlahkan, dan di masukan dalam kriteria cidera otak berikut :
1. Berat,
dengan GCS ≤8
2. Sedang,
GCS 9-12
3. Ringan
≥ 13
Atau jika
ditotal skor GCS dapat diklasifikasikan :
a) Skor
14-15 : Compos Mentis
b) Skor
12-13 : Apatis
c) Skor
11-12 : Somnolent
d) Skor
8-10 : Stupor
e) Skor
< 5 : Koma
Derajat
Kesadaran
1. Sadar
: dapat berorientasi dan komunikasi
2. Somnolens
: dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal
kemudian terlelap lagi. Gelisah atau tenang.
3. Stupor
: gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri,
pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin
terjadi tapi terbatas pada satu atau dua kata saja. Non verbal dengan
menggunakan kepala.
4. Semi Koma
: tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang menghindar
(contoh menghindari tusukan).
5. Koma
: tidak bereaksi terhadap stimulus.
KEKUATAN OTOT DENGAN MMT (MANUAL MUCLE TESTING)
·
Nilai 0
(Zero) : Tidak ada
kontraksi atau tonus otot sama sekali.
·
Nilai 1
(Trace) :
Terdapat kontraksi atau tonus otot tetapi tidak ada gerakan sama sekali.
·
Nilai 2
(Poor) : Mampu
melakukan gerakan namun belum bisa melawan garvitasi.
·
Nilai 3 (Fair) : Mampu bergerak dengan lingkup gerak sendi
secara penuh dan melawan gravitasi tetapi belum bisa melawan tahanan minimal.
·
Nilai 4
(Good) :
Mampu bergerak penuh melawan gravitasi dan dapat melawan tahanan sedang.
·
Nilai 5
(Normal) : Mampu melawan gravitasi dan mampu melawan tahanan
maksimal.
RESUSITASI CAIRAN DAN DERAJAT LUKA BAKAR
RUMUS BAXTER ==> Rehidrasi Cairan
Kebutuhan cairan = 4 cc x BB (dalam Kg) x Luas luka bakar (%) cc |
Kebutuhan cairan = 2 cc x BB (dalam Kg) x Luas luka bakar (%) cc |
Anak :
Tahapan pemberian cairan untuk pasien luka bakar :
·
8 jam pertama diberikan setengah dari kebutuhan cairan
·
16 jam berikutnya diberikan setengah sisa kebutuhan cairan
TES GARPU TALA
1.
UJI RINNE
·
Tujuan : tujuan pemeriksaan adalah
membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran tulang pada satu telinga
penderita.
·
Prosedur :
·
Garpu tala (frekuensi 512
Hz)digetarkan, lalu diletakkan pada planum mastoid (posterior dari MAE)
penderita dengan demikian getaran melalui tulang akan sampai ke telinga dalam.
Apabila pasien sudah tidak mendengar lagi bunyi dari garpu tala yang digetarkan
tersebut, maka garpu tala dipindahkan ke depan liang telinga (MAE), kira-kira
2,5 cm jaraknya dari liang telinga. Apabila penderita masih dapat mendengar
bunyi dari garpu tala di depan MAE, hal ini disebut Rinne Positif, dan
sebaliknya bila penderita tidak mendengar bunyi di depan MAE disebut Rinne
Negatif.
·
·
Interpretasi :
o
Normal : Rinne
Positif
o
Tuli Konduksi : Rinne
Negatif
o
Tuli
Sensoris neural : Rinne
1.
UJI WEBER
·
Tujuan : tujuan pemeriksaan ini
adalah membandingkan hantaran tulang telinga kanan dengan telinga kiri.
·
Prosedur :
·
Pasien dengan gangguan pendengaran akan
mengatakan bahwa salah satu telinga lebih jelas mendengar bunyi garpu tala itu.
Pada orang normal akan mengatakan bahwa tidak mendengar perbedaan bunyi kiri
dan kanan. Bila lebih keras ke kanan disebut lateralisasi ke kanan dan
sebaliknya.
·
Interpretasi :
o
Normal : tidak ada
lateralisasi (sama kiri-kanan)
o
Tuli
konduksi : lateralisasi ke telinga yang sakit.
o
Tuli
sensoris neural : Lateralisasi ke telinga yang sehat
·
Karena pada pemeriksaan ini yang
dinilai adalah kedua telinga maka kemungkinan hasil yang didapat dapat lebih
dari satu. contoh dari hasil pemeriksaan di dapatkan lateralisasi ke telinga
kiri, maka interpretasikan :
o
Tuli konduksi kiri, telinga kanan
normal.
o
Tuli konduksi kiri dan kanan, namun
telingan kiri lebih berat.
o
Tuli sesoris neural tilngan kanan,
telinga kiri normal.
o
Tuli sensoris neural telinga kiri
dan kanan, namun kanan lebih berat
o
Tuli konduksi kiri dan sensoris
neural kanan.
1.
UJI SCHWABACH
·
Tujuan : tujuan pemeriksaaan ini
adalah membandingkan hantaran tulang pasien dengan pemeriksa yang
pendengarannya normal.
·
Prosedur : Garpu tala (frekuensi 512
Hz) digetarkan , lalu tangkainya diletakkan pada pada planum mastoid pemeriksa,
bila pemeriksa sudah tidak mendengar bunyi sesegera mungkin garpu tala
dipindahkan ke planum mastoid penderita yang diperiksa. Apabila penderita masih
dapat mendengar bunyi maka disebut dengan Schwabah memanjang, namun bila
penderita tidak mendengar bunyi garpu tala akan terdapat dua kemungkinan yaitu
schwabach memendek atau normal.
·
Untuk membedakan hal tersebut maka
uji dilakukan dengan dibalik, yaitu garpu tala diletakkan pada planum mastoid
penderita dahulu baru ke pemeriksa dengan prosedur yang sama. Apabila pemeriksa
tidak dapat mendengar berarti sama-sama normal, namun bila pemeriksa masih
dapat mendengar bunyi maka disebut Schwabach memendek.
·
Interpretasi :
o
Normal : Schwabach
Normal
o
Tuli
Konduksi : Schwabach Memanjang
o
Tuli
Sensoris Neural : Schwabach Memendek
METODE
PEMBERIAN OKSIGEN
1. Kateter
Nasal : Merupakan suatu
alat sederhana yang dapat memberikan oksigensecara kontinyu dengan aliran 1 – 6
liter/mnt dengan konsentrasi 24% – 44%.
2. Kanul
Nasal : Merupakan suatu alat
sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu dengan aliran 1 – 6 liter/mnt
dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter nasal
3. Sungkup
Muka Sederhana : Merupakan
alat pemberian oksigenkontinu atau selang seling 5 – 8 liter/mnt dengan
konsentrasi oksigen 40 – 60%.
4. Sungkup
Muka dengan Kantong Rebreathing :
Suatu teknik pemberian oksigendengan konsentrasi tinggi yaitu 60 – 80% dengan
aliran 8 – 12 liter/mnt.
5.
Sungkup Muka dengan Kantong Non Rebreathing : Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi
oksigenmencapai 99% dengan aliran 8 – 12 liter/mnt dimana udara inspirasi tidak
bercampur dengan udara ekspirasi.
TRIAGE DAN GELANG
PENGELOMPOKAN TRIASE BERDASARKAN TAG LABEL
1.
Prioritas
Nol (Hitam)
Pasien
meninggal atau cedera Parah yang jelas tidak mungkin untuk diselamatkan. pengelompokan
label Triase
2.
Prioritas
Pertama (Merah)
Penderita
Cedera berat dan memerlukan penilaian cepat dan tindakan medik atau transport
segera untuk menyelamatkan hidupnya.
Misalnya
: penderita gagal nafas, henti jantung,
Luka bakar berat, pendarahan parah dan cedera kepala berat.
3.
Prioritas
Kedua (Kuning)
Pasien
memerlukan bantuan, namun dengan cedera dan tingkat yang kurang berat dan
dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat.
Misalnya
: cedera abdomen tanpa shok, Luka bakar ringan, Fraktur atau patah tulang tanpa
Shok dan jenis-jenis penyakit lain.
4.
Prioritas
Ketiga (Hijau)
Pasien
dengan cedera minor dan tingkat penyakit yang tidak membutuhkan pertolongan
segera serta tidak mengancam nyawa dan tidak menimbulkan kecacatan.
PEMAKAIAN
GELANG IDENTITAS PASIEN DIBEDAKAN BERDASARKAN WARNA
- Merah Muda :
untuk pasien berjenis kelamin perempuan
- Biru Muda :
untuk pasien berjenis kelamin laki-laki.
- Merah :
untuk pasien alergi obat-obatan
- Kuning :
untuk pasien dengan risiko jatuh
- Hijau :
untuk pasien dengan alergi latek
- Ungu :
untuk pasien DNR (Do Not Resusitation)
- Abu-abu :
untuk pasien dengan pemasangan bahan radioaktif (kemoterapi)
- Putih : untuk pasien dengan kondisi jenis kelamin ganda (ambigu)
TEHNIK MEMBEBASKAN JALAN NAFAS
1. Sapuan Jari (Finger Sweep)
Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing pada rongga
mulut belakang atau hipofaring seperti gumpalan darah, muntahan, benda asing
lainnya sehingga hembusan nafas hilang.
Cara melakukannya :
·
Miringkan kepala pasien (kecuali
pada dugaan fraktur tulang leher) kemudian buka mulut dengan jaw thrust dan
tekan dagu ke bawah bila otot rahang lemas (maneuver emaresi)
·
Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan
jari tengah) yang bersih atau dibungkus dengan sarung tangan/kassa/kain untuk
membersihkan rongga mulut dengan gerakan menyapu.
2. Mengatasi sumbatan nafas parsial
Dapat
digunakan teknik manual thrust : Abdominal
thrust, Chest thrust, Back blow
Lakukan
teknik chin lift atau jaw thrust untuk membuka jalan
nafas. Ingat tempatkan korban pada tempat yang datar! Kepala dan leher korban
jangan terganjal!
1. Chin Lift
Dilakukan dengan maksud mengangkat
otot pangkal lidah ke depan
Caranya : gunakan jari tengah dan
telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien kemudian angkat.
2. Head Tilt
Dlilakukan bila jalan nafas tertutup
oleh lidah pasien, Ingat! Tidak boleh dilakukan pada pasien dugaan
fraktur servikal.
Caranya : letakkan satu telapak
tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga kepala menjadi tengadah dan
penyangga leher tegang dan lidahpun terangkat ke depan.
3. Jaw thrust
Caranya : dorong sudut rahang kiri
dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan
gigi atas
4. Abdominal
Thrust (Manuver Heimlich)
Dapat dilakukan dalam posisi berdiri
dan terlentang.
Caranya berikan hentakan mendadak
pada ulu hati (daerah subdiafragma – abdomen).
5. Abdominal
Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi
berdiri atau duduk
Caranya : penolong harus berdiri di
belakang korban, lingkari pinggang korban dengan kedua lengan penolong,
kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada
perut korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang
erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut dengan
hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan yang
jelas.
6. Abdominal
Thrust (Manuver Heimlich) Pada Posisi Tergeletak
(Tidak Sadar)
Caranya : korban harus diletakkan
pada posisi terlentang dengan muka ke atas. Penolong berlutut di sisi paha
korban. Letakkan salah satu tangan pada perut korban di garis tengah sedikit di
atas pusar dan jauh di bawah ujung tulang sternum, tangan kedua diletakkan di
atas tangan pertama. Penolong menekan ke arah perut dengan hentakan yang cepat
ke arah atas. Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi
terbaring tidak dianjurkan, yang dianjurkan adalah langsung melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP).
7. Abdominal
Thrust (Manuver Heimlich) pada yang dilakukan sendiri
Pertolongan terhadap diri sendiri
jika mengalami obstruksi jalan napas.
Caranya : kepalkan sebuah tangan, letakkan
sisi ibu jari pada perut di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum,
genggam kepala itu dengan kuat, beri tekanan ke atas kea rah diafragma dengan
gerakan yang cepat, jika tidk berhasil dapat dilakukan tindakan dengan menekan
perut pada tepi meja atau belakang kursi
8. Back Blow (Untuk Bayi)
Bila
penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif
atau berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di
titik silang garis antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae)
9. Chest Thrust (Untuk Bayi, Anak Yang Gemuk
Dan Wanita Hamil)
Bila
penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang
dada dengan jari telunjuk atau jari tengah kira-kira satu jari di bawah garis
imajinasi antara kedua putting susu pasien). Bila penderita sadar, tidurkan
terlentang, lakukan chest thrust, tarik lidah apakah ada benda
asing, beri nafas buatan
SKALA PENILAIAN PITTING
EDEMA
Tingkat |
Deskripsi |
1+ |
Pitting
ringan, tidak ada distorsi (perubahan) yang terlihat, cepat menghilang |
2+ |
Lebih
dalam dari 1+, tidak ada distorsi (perubahan) yang langsung terdeteksi,
menghilang dalam 10-15 detik |
3+ |
Cukup
dalam, dapat berlangsung lebih dari 1 menit, ekstremitas yang terkena tampak
lebih lebar dan membengkak |
4+ |
Sangat dalam,
berlangsung 2-5 menit, ektremitas yang terkena telihat sangat mengalami
perubahan. |
RESUSITASI JANTUNG PARU
Pengertian : Tindakan yang dilakukan untuk
mengatasi henti nafas dan henti jantung
Tujuan : Untuk mengatasi henti nafas dan
henti jantung sehingga dapat pulih kembali
Indikasi :
·
Henti nafas (Respiratory
Arrest), henti nafas yang bukan disebabkan gangguan pada jalan nafas dapat
terjadi karena gangguan pada sirkulasi (asistole, bradikardia, fibrilasi
ventrikel)
·
Henti jantung (Cardiac Arrest) dapat
disebabkan oleh beberapa hal seperti:
o Hipoksemia karena berbagai sebab
o Gangguan elektrolit (hipokalemia, hiperkalemia, hipomagnesia)
o Gangguan irama jantung (aritmia)
·
Penekanan mekanik pada
jantung (tamponade jantung, tension pneumothoraks)
Diagnosis :
·
Tidak terdapat adanya
pernafasan (dengan cara Look-Listen-Feel)
·
Tidak ada denyut jantung
karotis
Perhatian :
·
Pada pasien yang telah
terpasang monitor EKG dan terdapat gambaran asistole pada
layar monitor, harus selalu dicek denyut nadi karotis untuk memastikan adanya
denyut jantung.
·
Begitu juga sebaliknya
pada pasien terpasang monitor EKG yang telah di-RJP terdapat gambaran gelombang
EKG harus diperiksa denyut nadi karotis untuk memastikan apakah sudah teraba
nadi (henti jantung sudah teratasi) atau hanya gambaran EKG pulseless.
Jika nadi karotis belum teraba maka RJP dilanjutkan
Tindakan
1.
Tanpa Alat :
·
1 (satu) orang penolong : memberikan pernafasan buatan dan pijat jantung luar
dengan perbandingan 2 : 30 dalam 2 menit (5 siklus). Tiap 5 siklus dievaluasi
dengan mengecek pernafasan (LLF) dan jantung (perabaan nadi karotis). Jika
masih henti jantung dan henti nafas, RJP dilanjutkan
·
2 (dua) orang penolong : memberikan pernafasan buatan dan pijat jantung luar
yang dilakukan oleh masing-masing penolong secara bergantian dengan
perbandingan 2 : 30 dalam 2 menit (5 siklus). Tiap 5 siklus dievaluasi dengan
mengecek pernafasan (LLF) dan jantung (perabaan nadi karotis). Jika masih henti
jantung dan henti nafas, RJP dilanjutkan dengan berganti orang.
·
Pijat jantung luar diusahakan 100 kali/menit
2.
Dengan alat :
·
Untuk mencapai hasil RJP yang lebih baik harus segera diusahakan pemasangan
intubasi endotrakeal
RJP dihentikan bila :
·
Jantung sudah berdetak ditandai adanya nadi dan nafas sudah spontan
·
Mengecek nadi dan pernafasan
·
Penolong sudah kelelahan
·
Pasien dinyatakan tidak mempunyai harapan hidup lagi/meninggal
*KEPERAWATAN MATERNITAS*
MENGHITUNG TAKSIRAN PERSALINAN
·
Dengan
HPHT ==> Rumus Neagle :
PEMERIKSAAN LEOPOLD 1 – LEOPOLD 4
Pemeriksaan leopold dilakukan sebaiknya pada saat usia
kehamilan ibu mencapai 24 minggu bagi kehamilan normal sebagaimana pada saat
usia kehamilan tersebut janin sudah bertumbuh optimal sehingga rongga rahim
penuh
MENENTUKAN USIA KEHAMILAN DENGAN TFU
Menentukan Usia kehamilan dengan
rumus Mc. Donald :
1.
Tinggi Fundus (cm) x 2/7
= (durasi kehammilan dalam bulan)
2.
Tinggi Fundus (cm) x 8/7 = (durasi
kehamilan dalam minggu)
TAKSIRAN
BERAT JANIN
Taksiran ini hanya berlaku
untuk janin dengan presentasi kepala.
Tinggi
Fundus Uteri (Dalam cm - n) X 155 = Berat Janin (dalam Gram) |
Catatan
: Bila kepala belum
masuk panggul maka n = 13, jika
kepala sudah masuk panggul maka n = 11.
WAKTU ANC IBU HAMIL
1.
Menurut
Permenkes RI
Trimester |
Jumlah
Kunjungan Minimal |
Waktu
Kunjungan yang dianjurkan |
I |
1 kali |
Sebelum minggu ke 16 |
II |
2 kali |
Antara
minggu ke 24 – 28 |
III |
2 kali |
Antara
minggu ke 30 – 32 Antara
minggu ke 36 – 38 |
2.
Menurut WHO
Namun,
rekomendasi Permenkes RI ternyata sedikit berbeda dengan pedoman terbaru yang
dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2016 lalu. Melalui siaran
persnya, WHO menganjurkan setiap ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan
kehamilan setidaknya 8 kali, dimulai dari usia kehamilan 12 minggu.
Rinciannya adalah sebagai berikut:
·
Trimester pertama: 1
kali periksa kandungan (minggu ke-12), plus USG
·
Trimester kedua: 2
kali (minggu ke-20 ditambah dengan USG, dan minggu ke-26)
·
Trimester ketiga: 5
kali (minggu ke-30, 34, 36, 38, dan 40); tambahan 1 kali kunjungan
pada minggu ke 41, apabila belum kunjung melahirkan.
ASUHAN PERSALINAN NORMAL (APN)
Untuk
melakukan asuhan persalinan normal (APN) dirumuskan 58 langkah asuhan
persalinan normal sebagai berikut:
1.
Mendengar & Melihat
Adanya Tanda Persalinan Kala Dua.
2.
Memastikan kelengkapan
alat pertolongan persalinan termasuk mematahkan ampul oksitosin & memasukan
alat suntik sekali pakai 2½ ml ke dalam wadah partus set.
3.
Memakai celemek
plastik.
4.
Memastikan lengan tidak
memakai perhiasan, mencuci tangan dgn sabun & air mengalir.
5.
Menggunakan sarung
tangan DTT pada tangan kanan yg akan digunakan untuk pemeriksaan dalam.
6.
Mengambil alat suntik
dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin dan letakan kembali kedalam
wadah partus set.
7.
Membersihkan vulva dan
perineum dengan kapas basah yang telah dibasahi oleh air matang (DTT), dengan
gerakan vulva ke perineum.
8.
Melakukan pemeriksaan
dalam – pastikan pembukaan sudah lengkap dan selaput ketuban sudah pecah.
9.
Mencelupkan tangan
kanan yang bersarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, membuka sarung tangan
dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.
10. Memeriksa
denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai – pastikan DJJ dalam
batas normal (120 – 160 x/menit).
11. Memberi
tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, meminta ibu untuk
meneran saat ada his apabila ibu sudah merasa ingin meneran.
12. Meminta
bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran (Pada saat ada his, bantu
ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman.
13. Melakukan
pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran.
14. Menganjurkan
ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi nyaman, jika ibu belum
merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
15. Meletakan
handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah
membuka vulva dengan diameter 5 – 6 cm.
16. Meletakan
kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu
17. Membuka
tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan
18. Memakai
sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19. Saat
kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5 – 6 cm, memasang handuk
bersih pada perut ibu untuk mengeringkan bayi jika telah lahir dan kain kering
dan bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah bokong ibu. Setelah itu kita
melakukan perasat stenan (perasat untuk melindungi perineum dngan satu tangan,
dibawah kain bersih dan kering, ibu jari pada salah satu sisi perineum dan 4
jari tangan pada sisi yang lain dan tangan yang lain pada belakang kepala bayi.
Tahan belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar
secara bertahap melewati introitus dan perineum).
20. Setelah
kepala keluar menyeka mulut dan hidung bayi dengan kasa steril kemudian memeriksa
adanya lilitan tali pusat pada leher janin
21. Menunggu
hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara spontan
22. Setelah
kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Menganjurkan kepada
ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala kearah bawah dan
distal hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah
atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
23. Setelah
bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan
dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang
tangan dan siku sebelah atas.
24. Setelah
badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung kearah bokong dan
tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan ari telinjuk tangan
kiri diantara kedua lutut janin)
25. Melakukan
penilaian selintas :
a. Apakah
bayi menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan?
b. Apakah
bayi bergerak aktif ?
26. Mengeringkan
tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan
tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering.
Membiarkan bayi atas perut ibu.
27. Memeriksa
kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus.
28. Memberitahu
ibu bahwa ia akan disuntik oksitasin agar uterus berkontraksi baik.
29. Dalam
waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM (intramaskuler)
di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan
oksitosin).
30. Setelah
2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari
pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali
tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.
31. Dengan
satu tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan
lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut.
32. Mengikat
tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan
kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
33. Menyelimuti
ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di kepala bayi.
34. Memindahkan
klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari vulva
35. Meletakan
satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk
mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
36. Setelah
uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan, sementara
tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah doroskrainal. Jika plasenta
tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu
hingga timbul kontraksi berikutnya dan mengulangi prosedur.
37. Melakukan
penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta terlepas, minta ibu
meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan
kemudian kearah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan
dorso-kranial).
38. Setelah
plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila
perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan
putaran searah untuk membantu pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya
selaput ketuban.
39. Segera
setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok
fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri
hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
40. Periksa
bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk memastikan
bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukan
kedalam kantong plastik yang tersedia.
41. Evaluasi
kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan penjahitan bila
laserasi menyebabkan perdarahan.
42. Memastikan
uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
43. Membiarkan
bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
44. Setelah
satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik
profilaksis, dan vitamin K1 1 mg intramaskuler di paha kiri anterolateral.
45. Setelah
satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di paha
kanan anterolateral.
46. Melanjutkan
pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
47. Mengajarkan
ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
48. Evaluasi
dan estimasi jumlah kehilangan darah.
49. Memeriksakan
nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca
persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
50. Memeriksa
kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik.
51. Menempatkan
semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10
menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi.
52. Buang
bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Membersihkan
ibu dengan menggunakan air DDT. Membersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan
darah. Bantu ibu memakai memakai pakaian bersih dan kering.
54. Memastikan
ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk membantu apabila ibu ingin minum.
55. Dekontaminasi
tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%
56. Membersihkan
sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5% melepaskan sarung tangan dalam
keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%
57. Mencuci
tangan dengan sabun dan air mengalir.
58. Melengkapi
partograf.
KARTU SCORE POEDJI ROCHJATI
Berdasarkan SKOR POEDJI
ROCHJATI:
Ibu hamil dengan SKOR 6
atau lebih, dianjurkan bersalin dengan tenaga kesehatan. Bila SKOR 12 atau lebih dianjurkan bersalin di RS /
SpOG (Poedji Rochjati, 2003).
ALAT KONTRASEPSI
Dalam pelaksanaan KB harus menggunakan alat kontrsepsi yang sudah dikenal
diantaranya ialah:
1.
Pil : berupa tablet yang berisi progrestin yang bekerja dalam tubuh wanita untuk
mencegah terjadinya ovulasi dan melakukan perubahan pada endometrium.
2.
Suntikan : yaitu menginjeksikan cairan kedalam tubuh. Cara kerjanya yaitu menghalangi
ovulasi, menipiskan endometrin sehingga nidasi tidak mungkin terjadi dan
memekatkan lendir serlak sehingga memperlambat perjalanan sperma melalui
canalis servikalis.
3.
Susuk KB levermergostrel (Implant) : Terdiri dari enam kapsul yang diinsersikan dibawah
kulit lengan bagian dalam kira-kira sampai 10 cm dari lipatan siku. Cara
kerjanya sama dengan suntik.
4.
AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) : terdiri atas lippiss loop(spiral) multi load terbuat
dari plastik harus dililit dengan tembaga tipis cara kerjanya ialah membuat
lemahnya daya sperma untuk membuahi sel telur wanita.
5.
Sterelisasi (Vasektomi/ tubektomi) : yaitu
operasi pemutusan atau pengikatan saluran pembuluh yang menghubungkan testis
(pabrik sperma) dengan kelenjar prostat (gudang sperma menjelang diejakulasi)
bagi laki-laki. Atau tubektomi dengan operasi yang sama pada wanita sehingga
ovarium tidak dapat masuk kedalam rongga rahim
CATATAN :
·
Sebaiknya
ibu menyusui menggunakan alat kontrasepsi nonhormonal atau mengandung hormon
progesteron saja. 4 jenis alat kontrasepsi ini, IUD, Pil Laktasi, Suntikan 3 bulan dan Implan Andalan menjadi piihan tepat dan aman, tanpa memengaruhi produksi dan
kualitas ASI.
·
KB
yang tidak bikin gemuk : IUD non hormonal, spermisida, Cervical Cap dan
Diafragma, Kondom
*KEPERAWATAN ANAK*
IMUNISASI (DOSIS, WAKTU, TEMPAT SUNTIKAN)
PERKIRAAN BERAT BADAN (BB) ANAK
Untuk Anak-anak dalam praktek sehari-hari agar mudah dalam memperkirakan
berat badan normalnya dapartmenggunakan rumus sbb:
Usia |
Rumus Berat Badan (Kg) |
Lahir 3 – 12 Bulan 1 Tahun 2 – 6 Tahun 6 – 12 Tahun |
3.25 (Usia (dalam bulan) + 9) :
2 3 X BB
saat lahir (Usia (dalam bulan) x 2 +
8) (Usia (dalam tahun) x 7 –
5) : 2 |
Sumber: ”Nelson textbook of
paediatrics” 14th ed. WB Saunders co 1992
Contoh Kasus
:
Berapa berat
badan normal anak yang berusia 3 tahun?
Jawab : =(3
tahun x 2 + 8) = 14 kg
PELAKSANAAN LAYANAN POSYANDU
Pada hari buka posyandu dilakukan pelayanan
masyarakat dengan sistem 5 meja yaitu :
·
Meja I : Pendaftaran
·
Meja II : Penimbangan
·
Meja III : Pengisian KMS
·
Meja IV : Penyuluhan perorangan berdasarkan
KMS
·
Meja V : Pelayanan kesehatan
berupa :
o
Imunisasi
o
Pemberian vitamin A dosis tinggi.
o
Pembagian pil KB atau kondom.
o
Pengobatan ringan.
o
Konsultasi KB.
MEKANISME KEHILANGAN PANAS BAYI BARU LAHIR
1.
Evaporasi
Adalah jalan utama bayi kehilangan
panas. jika saat lahir tubuh bayi tidak segera dikeringkan dapat terjadi
kehilangan panas tubuh bayi sendiri. Kehilangan panas juag terjadi pada bayi
yang terlalu cepat dimandikan dan tubuhnya tidak segera dikeringkan dan
diselimuti.
2.
Konduksi
Adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi
dengan permukaan yang dingin. Meja, tempat tidur, atau timbangan yang
temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi
melalui mekanisme konduksi apabila bayi diletakkan di atas benda-benda
tersebut.
Contoh :
- Menimbang bayi tanpa alas timbangan
- Tangan penolong yang dingin saat memegang BBL
- Menggunakan stetoskop dingin untuk memeriksa BBL
3.
Konveksi
Adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi terpapar udara sekitar
yang lebih dingin. Bayi yang dilahirkan atau ditempatkan di dalam ruangan yang
dingin akan cepat mengalami kehilangan panas. Kehilangan panas juga terjadi
jika terjadi konveksi aliran udara dari kipas angin, hembusan udara melalui
ventilasi atau pendingin ruangan.
Contoh :
- Membiarkan atau menempatkan BBL di dekat jendela
- Membiarkan BBL di ruangan yang terpasang kipas angin
4.
Radiasi
Adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat
benda-benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh bayi. Bayi
bisa kehilangan panas dengan cara ini karena benda-benda tersebut menyerap
radiasi panas tubuh bayi (walaupun tidak bersentuhan secara langsung). Panas
dipancarkan dari BBL, keluar tubuhnya ke lingkungan yang lebih dinginn
(Pemindahan panas antara 2 objek yang mempunyai suhu berbeda)
Contoh :
- BBL dibiarkan dalam ruangan ber AC
- BBL dibiarkan dalam keadaan telanjang
DERAJAT IKTERUS MENURUT KRAMER
DERAJAT
DHF (DEMAM BERDARAH DENGUE)
Derajat penyakit DHF diklasifikasikan dalam 4
derajat (WHO, 1997) :
1.
Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan
satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji torniquet positif
2.
Derajat II : Seperti derajat I disertai perdarahan
spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
3.
Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi
cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,
sianosis sekitar mulut, kulit dingin dan atau lembab, pasien tampak gelisah
4.
Derajat IV : Syok
berat, nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur.
KLASIFIKASI DIARE DENGAN DEHIDRASI PADA
ANAK
MENGHITUNG DOSIS PEMBERIAN OBAT
*KEPERAWATAN JIWA*
PROSES
BERDUKA TERHADAP KEHILANGAN (KUBLER-ROSS)
1. Tahap Denial (Mengikari kenyataan)
Reaksi respon : menolak
mempercayai bahwa kehilangan terjadi secara nyata dan mengisolasi diri. Reaksi
fisik: letih, lemah, diare, gelisah, sesak nafas dan nadi cepat. Contoh:
"tidak mungkin, berita kematian itu tidak benar. Saya tidak percaya suami
saya pasti nanti kembali".
2. Tahap Anger (Marah)
Reaksi respon : timbul
kesadaran akan kenyataan kehilangan. kemarahan meningkat kadang diproyeksi ke
orang lain, tim kesehatan atau lingkungan. Reaksi fisik: nadi cepat,
tangan mengepal, susah tidur, muka merah, bicara kasar, dan agresif.
Contoh: "Saya benci dengan dia karena......,
"Ini terjadi karena dokter tidak sungguh-sungguh dalam
pengobatannnya".
3. Tahap Bergaining (Tawar Menawar, Penundaan
Realita Kehilangan)
Reaksi respon : klien
berunding dengan cara halus untuk mencegah kehilangan dan perasaan bersalah.
Memohon pada Tuhan. Klien juga mempunyai keinginan untuk melakukan apa saja
untuk mengubah apa yang sudah terjadi.
Contoh: "Kalau saja saya sakit, bukan anak
saya....", "Kenapa saya ijinkan pergi. Kalau saja dia dirumah ia
tidak akan kena musibah ini"., "Seandainya saya hati-hati, pasti hal
ini tidak akan terjadi".
4. Tahap Depresi
Reaksi respon: sikap
menarik diri, perasaan kesepian, tidak mau bicara dan putus asa. Individu bisa
melakukan percobaan bunuh diri atau penggunaan obat berlebihan. Reaksi
fisik: susah tidur, letih, menolak makan, dorongan libido menurun.
Contoh: "Biarkan saya sendiri"., "Tidak
usah bawa ke rumah sakit, sudah nasib saya".
5. Tahap Acceptance (Menerima)
Reaksi respon :
reorganisasi perasaan kehilangan, mulai menerima kehilangan. Pikiran tentang
kehilangan mulai menurun. Mulai tidak tergantung dengan orang lain. Mulai
membuat perencanaan.
Contoh: "Ya sudah, saya iklaskan dia
pergi.", "Apa yang harus saya lakukan supaya saya cepat sembuh".
"Ya pasti dibalik bencana ini ada hikmah yang tersembunyi"
TINGKAT KECEMASAN
1.
Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan akan
peristiwa kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dab
individu akan berhati-hati dan waspada. Individu terdorong untuk belajar yang
akan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
·
Respon fisiologis : sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik,
gejala ringan pada lambung, mika berkerut dan bibir bergetar.
·
Respon kognitif : Lapang persegi meluas, mampu menerima ransangan yang
kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif
·
Respon perilaku dan emosi : Tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada
tangan, suara kadang-kadang meninggi
2.
Kecemasan Sedang
Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap lingkungan
menurun/individu lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dan
mengesampingkan hal lain.
·
Respon fisiologis : Sering nafas pendek, nadi ekstra systole dan tekanan
darah naik, mulut kering, anorexia, diare/konstipasi, gelisah.
·
Respon kognitif : Lapang persepsi menyempit, rangsang Luar tidak mampu
diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya
·
Respon perilaku dan emosi : Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan),
bicara banyak dan lebih cepat, perasaan tidak nyaman
3.
Kecemasan Berat
Pada kecemasan berat lahan persepsi menjadi sempit.
Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal-hal yang
lain. Individu tidak mampu berfikir berat lagi dan membutuhkan banyak
pengarahan/tuntutan.
·
Respon fisiologis : Sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik,
berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur
·
Respon kognitif : Lapang persepsi sangat menyempit, tidak mampu
menyelesaikan masalah
·
Respon perilaku dan emosi : Perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat,
blocking
4.
Panik
Pada tingkat ini persepsi sudah terganggu sehingga
individu sudah tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan
apa-apa walaupun sudah diberi pengarahan/tuntunan.
·
Respon fisiologis : Nafas pendek, rasa tercekik dan berdebar, sakit dada,
pucat, hipotensi
·
Respon kognitif : Lapang persepsi menyempit, tidak dapat berfikir lagi
·
Respon perilaku dan emosi : Agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan,
berteriak-teriak, blocking, persepsi kacau.
BENTUK
PERTAHANAN EGO
1. Kompensasi
Kompensasi adalah proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra diri
dengan secara tegas menonjolkan keistimewaan/kelebihan yang dimilkinya.
Contoh :
Seseorang yang membuka aib temannya, karena ulahnya semua teman-temannya
menghindarinya karena dia bersikap tidak baik kepada temannya, namun karena
tidak menginginkan hal itu maka dia berusaha memperbaiki ucapannya tersebut
dengan membaiki temannya, sehingga teman-temannya beranggapan bahwa dia tidak
melakukan kesalahan.
2. Denial
Denial merupakan menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan
mengingkari realitas tersebut, mekanisme pertahanan ini adalah paling sederhana
dan primitif.
Contoh:
Seseorang Kehilangan orang yang dicintai dan individu biasanya mengatakan kalau
mereka pasti akan ketemu lagi.
3. Displacement
Displacement adalah pengungkapan dorongan yang menimbulkan kecemasan kepada
objek atau individu yang kurang berbahaya atau kurang mengancam dibanding
dengan objek atau individu semula.
Contohnya :
Seorang siswa yang dihukum oleh gurunya kemudian melampiaskan keinginan untuk
melakukan pembalasan dengan merusak perabotan sekolahnya.
4.
Disosiasi
Disosiasi adalah pemisahan suatu kelompok proses mnetal atau prilaku dari
kesadaran atau identitasnya.
Contoh:
Demam panggung, ketika seseorang ingin membacaan pidato diatas mimbar, namun
karena gugup dan kurangnya rasa percaya diri, sehingga ia lupa dengan apa yang
akan ia sampaikan.
5. Identifikasi
Identifikasi adalah sebuah upaya untuk mereduksi ketegangan dengan cara
meniru atau mengidentifikasi diri dengan orang yang dianggap berhasil memuaskan
hasratnya dibanding dirinya. Mekanisme dengan membawa kepribadian orang lain
masuk ke dalam diri sendiri, karena dengan begitu dapat menyelesaikan masalah
perasaan yang mengganggunya. Mekanisme ini sangat penting dalam teori
kepribadian Psikoanalisa sebagai mekanisme yang dibentuk oleh Super Ego.
Contoh: Seorang
anak yang beringin tampil beda dan meniru sikap dan penampilan dari tokoh
idolanya.
6. Intelektualisasi
Intelektualisasi adalah Pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk
menghindari pengalaman yang mengganggu perasaannya.
Contoh: Seseorang
yang mengalami kehilangan harta benda dan keluarganya, namun karena tidak ingin
berlarut-larut dalam kesedihannya maka ia menenangkan dirinya dan selalu
menekankan bahwa bencana yang menimpanya adalah berasal dari Allah dan itu
merupakan ujian untuknya.
7.
Isolasi
Isolasi adalah Pemisahan unsur
emosional dari suatu pikiran yang mengganggu dapat bersifat sementara atau
berjangka lama.
Contoh: Remaja
penggemar film horor akan sering tampil ke hadapan orang banyak yang tujuan
sebenarnya adalah menghilangkan rasa takutnya sendiri.
8.
Undoing
Undoing adalah upaya untuk menembus sehingga dengan demikian meniadakan
keinginan atau tindakan yang tidak bermoral.
Contohnya: Seorang
pedagang yang kurang sesuai dengan etika dalam berdagang akan memberikan
sumbangan sumbangan besar untuk usaha social.
9. Proyeksi
Proyeksi adalah pengalihan dorongan, sikap atau tingkah laku yang
menimbulkan kecemasan pada orang lain.
Contoh: Menyukai
seseorang tetapi cintanya ditolak kemudian dia bercerita bahwa dia menolak
cinta seseorang.
10. Rasionalisasi
Rasionalisasi menunjuk kepada upaya individu menyelewengkan atau
memutarbalikkan kenyataan, dalam hal ini kenyataan yang mengancam ego, malalui
dalih atau alasan tertentu seakan-akan masuk akal sehingga kenyataan tersebut
tidak mengancam ego individu yang bersangkutan.
Contoh: Seorang
pemuda berniat mendekati seorang gadis cantik yang menarik hatinya. Tetapi
karena takut ditolak, si pemuda memberikan alasan bahwa gadis tersebut
sesungguhnya tidak menarik.
11. Reaksi Formasi
Reaksi formasi adalah Salah satu pertahanan terhadap impuls yang mengancam
adalah secara aktif mengekspresikan impuls yang bertentangan dengan keinginan
yang mengganggu, orang tidak usah harus menghadapi anxietas yang muncul
seandainya ia menemukan dimensi yang ini (yang tidak dikehendaki) dari dirinya.
Individu mungkin menyembunyikan kebencian dengan kepura-puraan cinta, atau
menutupi kekejaman dengan keramahan yang berlebihan.
Contoh: Seorang
ibu membenci anaknya, tetapi karena kebencian terhadap anak itu merupakan suatu
sikap yang tercela dan karenanya membuat si ibu mengalami rasa berdosa dan
kecemasan, maka si ibu kemudian mengungkapkan sikap sebaliknya, yakni
menyayangi anaknya secara berlebihan.
12.
Regresi
Regresi adalah suatu mekanisme dimana individu untuk menghindarkan diri
dari kenyataan yang mengancam, kembali ke taraf perkembangan yang lebih rendah
itu.
Contoh: Seorang
anak yang merasa cemas kasih saying orang tuanya direbut oleh adiknya yang baru
lahir, menjadi sering ngopol ketika dia masih bayi.
13. Represi
Represi adalah mekanisme yang dilakukan oleh ego untuk meredakan kecemasan
dengan jalan menekan dorongan-dorongan atau keinginan-keinginan yang menjadi
penyebab kecemasan tersebut kedalam tak sadar.
Contoh:
Seorang veteran perang mengalami stress pasca traumatic namun, dia tidak
menyadari bahwa masalah stress nya akibat dari perang maka disebut represi.
14. Splitting
Splitting adalah Sikap mengelompokkan orang / keadaan hanya sebagai
semuanya baik atau semuanya buruk; kegagalan untuk memadukan nilai-nilai
positif dan negatif di dalam diri sendiri.
Contoh:
Seseorang yang sangat baik kepada tman-temannya, namun pernah ia melakukan
sekali kesalahan dan teman-temannya tidak ingin memaafkannya dan menilainya
tidak baik tanpa mengingat ebaikan yang pernah dilakukan oleh temannya
tersebut.
15. Sublimasi
Sublimasi adalah mekanisme pertahanan ego yang ditujukan untuk mencegah dan
atau meredakan kecemasan dengan cara mengubah dan menyesuaikan dorongan
primitive id yang menjadi penyebab kecemasan ke dalam bentuk (tingkah laku)
yang bisa diterima dan bahkan dihargai oleh masyarakat.
Contohnya:
Seorang yang pemuda yang mengalami kecemasan sehubungan dengan hasrat
seksualnya yang besar, kemudia bergiat dibidang olahraga.
16. Supresi
Supresi adalah Suatu proses
yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi sebetulnya merupakan
analog represi yang disadari, pengesampingan yang disengaja tentang suatu bahan
dari kesadaran seseorang, kadang-kadang dapat mengarah pada represi yang
berikutnya.
Contoh :
Seseorang yang membicarakan sesuatu yang sudah tidak seharusnya untuk
dibicarakan, karena masalah tersebut sudaj cukup lama dan tidak perlu untuk
dibicarakan lagi.
*KEPERAWATAN KELUARGA*
MACAM-MACAM STRUKTUR / TIPE / BENTUK
KELUARGA
1.
TRADISIONAL :
a. The nuclear family (keluarga
inti)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak
b. The dyad family
Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama
dalam satu rumah
c. Keluarga usila
Keluarga yang terdiri dari suami istri yang sudah tua dengan anak sudah
memisahkan diri
d. The childless family
Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk mendapatkan anak terlambat
waktunya, yang disebabkan karena mengejar karir/pendidikan yang terjadi pada
wanit
e. The extended family (keluarga
luas/besar)
Keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah
seperti nuclear family disertai : paman, tante, orang tua (kakak-nenek),
keponakan, dll
f. The single-parent family
(keluarga duda/janda)
Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah dan ibu) dengan anak, hal ini
terjadi biasanya melalui proses perceraian, kematian dan ditinggalkan
(menyalahi hukum pernikahan
g. Commuter Family
Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu kota tersebut
sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja diluar kota bisa berkumpul
pada anggota keluarga pada saat akhir pekan (week-end)
h. Multigenerational Family
Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang tinggal bersama dalam
satu rumah
i.
Kin-network family
Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling berdekatan dan
saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama. Misalnya : dapur,
kamar mandi, televisi, telpon, dll)
j.
Blended Family
Keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang menikah kembali dan
membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya
k. The Single Adult Living Alone / Single-Adult Family
Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya
atau perpisahan (separasi), seperti : perceraian atau ditinggal mati
2.
NON-TRADISIONAL :
a.
The Unmarried Teenage Mother
Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan
tanpa nikah
b.
The Stepparent Family
Keluarga dengan orangtua tiri
c.
Commune Family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan saudara,
yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman
yang sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok / membesarkan
anak bersama
d.
The Nonmarital Heterosexual
Cohabiting Family
Keluarga yang hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan
e.
Gay And Lesbian Families
Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama sebagaimana pasangan
suami-istri (marital partners)
f.
Cohabitating Couple
Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena beberapa alasan
tertentu
g.
Group-Marriage Family
Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga bersama, yang
merasa telah saling menikah satu dengan yang lainnya, berbagi sesuatu, termasuk
sexual dan membesarkan anaknya
h.
Group Network Family
Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai-nilai, hidup berdekatan satu
sama lain dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan
dan bertanggung jawab membesarkan anaknya
i.
Foster Family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara dalam waktu
sementara, pada saat orangtua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk
menyatukan kembali keluarga yang aslinya
j.
Homeless Family
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang permanen karena
krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem
kesehatan mental
k.
Gang
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif, dari orang-orang muda yang mencari
ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian, tetapi berkembang dalam
kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.
*MANAJEMEN KEPERAWATAN*
PERAN
DAN FUNGSI PERAWAT
1.
Pemberi
Asuhan Keperawatan
Peran
sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan
memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian
pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat
ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan
tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian
dapat dievaluasi tingkat perkembangannya.
2.
Advokat
Klien
Peran ini
dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan
berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khusunya dalam
pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien,
juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak
atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas
privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti
rugi akibat kelalaian.
3.
Edukator
Peran ini
dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan
kesehatan, gejala penyakit bhkan tindakan yang diberikankan, sehingga terjadi
perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
4.
Koordinator
Peran ini
dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan
kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat
terarah serta sesuai dengan kebutuan klien.
5.
Kolaborator
Peran
perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang
terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau
tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
6.
Konsultan
Peran disini
adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan
yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap
informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
7.
Peneliti /
Pembaharu
Peran
sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerjasama,
perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan
keperawatan.
PRINSIP
ETIKA KEPERAWATAN
1.
Otonomi
(Autonomi) : prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa
individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri.
2.
Beneficence
(Berbuat Baik) : prinsip ini menentut perawat untuk melakukan hal
yan baik dengan begitu dapat mencegah kesalahan atau kejahatan. Contoh perawat
menasehati klien tentang program latihan untuk memperbaiki kesehatan secara
umum, tetapi perawat menasehati untuk tidak dilakukan karena alasan resiko
serangan jantung.
3.
Justice
(Keadilan) : nilai ini direfleksikan dalam praktek professional
ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktik
dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
4.
Non-maleficence
(tidak merugikan) : prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera
fisik dan psikologis pada klien.
5.
Veracity
(Kejujuran) : nilai ini bukan hanya dimiliki oleh perawat namun
harus dimiliki oleh seluruh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan
kebenaran pada setia klien untuk meyakinkan agar klien mengerti. Informasi yang
diberikan harus akurat, komprehensif, dan objektif.
6.
Fidelity
(Menepati janji) : tanggung jawab besar seorang perawat adalah
meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan, dan
meminimalkan penderitaan. Untuk mencapai itu perawat harus memiliki komitmen
menepati janji dan menghargai komitmennya kepada orang lain.
7.
Confidentiality
(Kerahasiaan) : kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus
dijaga privasi klien. Dokumentasi tentang keadaan kesehatan klien hanya bisa
dibaca guna keperluan pengobatan dan peningkatan kesehatan klien. Diskusi
tentang klien diluar area pelayanan harus dihindari.
8.
Accountability
(Akuntabilitasi) akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa
tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau
tanda tekecuali. Jika perawat salah memberi dosis obat kepada klien perawat
dapat digugat oleh klien yang menerima obat, dokter yang memberi tugas
delegatif, dan masyarakat yang menuntut kemampuan professional.
JENIS MODEL ASUHAN KEPERAWATAN
PROFESIONAL ( MAKP)
1.
Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Fungsional
Model fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam
pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia
kedua. Pada saat itu karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka
setiap perawat hanya melakukan 1 – 2 jenis intervensi keperawatan kepada semua
pasien di bangsal. Model ini berdasarkan orientasi tugas dari filosofi
keperawatan, perawat melaksanakan tugas (tindakan) tertentu berdasarkan jadwal
kegiatan yang ada (Nursalam, 2002)
2.
Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan
pasien saat ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk
setiap shift dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang
sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien
satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk
keperawatan khusus seperti isolasi, intensive care.Metode ini berdasarkan
pendekatan holistik dari filosofi keperawatan. Perawat bertanggung jawab
terhadap asuhan dan observasi pada pasien tertentu (Nursalam, 2002)
3.
Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Primer
Menurut Gillies (1986) perawat
yang menggunakan metode keperawatan primer dalam pemberian asuhan keperawatan disebut
perawat primer (primary nurse). Pada metode keperawatan primer terdapat
kontinutas keperawatan dan bersifat komprehensif serta dapat dipertanggung
jawabkan, setiap perawat primer biasanya mempunyai 4 – 6 klien dan bertanggung
jawab selama 24 jam selama klien dirawat dirumah sakit. Perawat primer
bertanggung jawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan
asuhan keperawatan dan juga akan membuat rencana pulang klien jika diperlukan.
Jika perawat primer sedang tidak bertugas , kelanjutan asuhan akan
didelegasikan kepada perawat lain (associate nurse)
Metode penugasan dimana satu
orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan
pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian
perawat, ada kejelasan antara si pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode
primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus antara
pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan koordinasi
keperawatan selama pasien dirawat
4.
Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim Metode tim
merupakan suatu
Metode pemberian asuhan
keperawatan dimana seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan kelompok klien melalui upaya
kooperatif dan kolaboratif ( Douglas, 1984). Model tim didasarkan pada
keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan
dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung
jawab perawat yang tinggi sehingga diharapkan mutu asuhan keperawatan
meningkat.
Menurut Kron & Gray (1987)
pelaksanaan model tim harus berdasarkan konsep berikut :
1. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu
menggunakan tehnik kepemimpinan
2. Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas rencana
keperawatan terjamin.
3. Anggota tim menghargai kepemimpinan ketua tim
4. Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan
berhasil baik bila didukung oleh kepala ruang.
Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang
berbeda- beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien.
Perawat ruangan dibagi menjadi 2 – 3 tim/ group yang terdiri dari tenaga
professional, tehnikal dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu.
Dalam penerapannya ada kelebihan
dan kelemahannya yaitu (Nursalam, 2002): 1) Kelebihan :
a.
Memungkinkan
pelayanan keperawatan yang menyeluruh
b.
Mendukung
pelaksanakaan proses keperawatan
c.
Memungkinkan
komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada
anggota tim
Kelemahan :
a.
Komunikasi
antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya
membutuhkan waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada waktu-waktu sibuk.
GAYA KEPEMIMPINAN
Gaya Kepemimpinan Menurut
Lippits dan K. White
Menurut Lippits dan
White, terdapat tiga gaya kepemimpinan yaitu otoriter, demokrasi, liberal yang
mulai dikembangkan di Unversitas Lowa.
1.
Otoriter
Gaya
kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Wewenang mutlak berada pada pimpinan
b.
Keputusan selalu dibuat oleh
pimpinan
c.
Kebijaksanaan selalu dibuat oleh
pimpinan
d.
Komunikasi berlangsung satu arah
dari pimpinan kepada bawahan
e.
Pengawasan terhadap sikap, tingkah
laku, perbuatan atau kegiatan para bawahan dilakukan secara ketat
f.
Prakarsa harus selalu berasal dari
pimpinan
g.
Tidak ada kesempatan bagi bawahan
untuk memberikan saran, pertimbangan atau pendapat
h.
Tugas-tugas dari bawahan diberikan
secara instruktif
i.
Lebih banyak kritik daripada pujian
j.
Pimpinan menuntut prestasi sempurna
dari bawahan tanpa syarat
k.
Pimpinan menuntut kesetiaan tanpa
syarat
l.
Cenderung adanya paksaan, ancaman
dan hukuman
m.
Kasar dalam bersikap
n.
Tanggung jawab dalam keberhasilan
organisasi hanya dipikul oleh pimpinan
2.
Demokratis
Kepemimpinan gaya demokratis adalah kemampuan dalam mempengaruhi orang lain
agar besedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, berbagai
kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan.
Gaya kepemimpinan ini memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Wewenang pimpinan tidak mutlak
b.
Pimpinan bersedia melimpahkan
sebagian wewenang kepada bawahan
c.
Keputusan dibuat bersama antara
pimpinan dan bawahan
d.
Komunikasi berlangsung timbal balik
e.
Pengawasan dilakukan secara wajar
f.
Prakarsa datang dari bawahan
g.
Banyak kesempatan dari bawahan untuk
menyampaikan saran dan pertimbangan
h.
Tugas-tugas dari bawahan diberikan
dengan lebih bersifat permintaan daripada instruktif
i.
Pujian dan kritik seimbang
j.
Pimpinan mendorong prestasi sempurna
para bawahan dalam batas masing-masing
k.
Pimpinan kesetiaan bawahan secara
wajar
l.
Pimpinan memperhatikan perasaan
dalam bersikap dan bertindak
m.
Terdaoat suasana saling percaya
saling hormat menghormati, dan saling menghargai
n.
Tanggung jawab keberhasilan
organisasi ditanggung secara bersama-sama
3.
Liberal atau Laissez Faire
Kepemimpinan gaya liberal atau Laisssez Faire adalah kemampuan mempengaruhi
orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan dengancara berbagai
kegiatan dan pelaksanaanya dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan.
Gaya kepemimpinan ini bercirikan
sebagai berikut:
a.
Pemimpin melimpahkan wewenang
sepenuhnya kepada bawahan
b.
Keputusan lebih banyak dibuat oleh
bawahan
c.
Kebijaksanaan lebih banyak dibuat
oleh bawahan
d.
Pimpinan hanya berkomunikasi apabila
diperlukan oleh bawahan
e.
Hampir tiada pengawasan terhadap
tingkah laku
f.
Prakarsa selalu berasal dari bawahan
g.
Hampir tiada pengarahan dari
pimpinan
h.
Peranan pimpinan sangat sedikit
dalam kegiatan kelompok
i.
Kepentingan pribadi lebih penting
dari kepentingan kelompok
j.
Tanggung jawab keberhasilan
organisasi dipikul oleh perseorangan
Gaya Kepemimpinan
Berdasarkan Kekuasaan dan Wewenang
Menurut Gillies
(1996), gaya kepemimpinan berdasarkan wewenang dan kekuasaan dibedakan menjadi
empat yaitu :
1.
Otoriter
Merupakan
kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau pekaryan. Menggunakan kekuasaan
posisi dan kekuatan dalam memimpin. Pemimpin menentukan semua tujuan yang akan
dicapai dalam pengambilan keputusan. Informasi yang diberikan hanya pada
kepentiungan tugas. Motivasi dengan reward dan punishment.
2.
Demokratis
Merupakan kepemimpinan yang menghargai sifat dan kemampuan setiap staf.
Menggunakan kekuatan posisi dan pribadinya untuk mendorong ide dari staf,
memotivasi kelompok untuk menentukan tujuan sendiri. Membuat rencana dan
pengontrolan dalam penerapannya. Informasi diberikan seluas-luasnya dan
terbuka.
3.
Partisipatif
Merupakan gabungan antara otoriter dan demokratis, yaitu pemimpin yang
menyampaikan hasil analisis masalah dan kemudian mengusulkan tindakan tersebut
pada bawahannya. Staf dimintai saran dan kritiknya serta mempertimbangkan
respon staf terhadap usulannya, dan keputusan akhir ada pada kelompok.
4.
Bebas Tindak
Merupakan pimpinan ofisial, karyawan menentukan sendiri kegiatan tanpa
pengarahan, supervisi dan koordinasi. Staf/bawahan mengevaluasi pekaryan sesuai
dengan caranya sendiri. Pimpinan hanya sebagai sumber informasi dan
pengendalian secara minimal.
MANAJEMEN
KONFLIK KEPERAWATAN
PENGERTIAN KONFLIK ORGANISASI
Menurut Baden Eunson (Conflict Management,
2007,diadaptasi), terdapat beragam jenis konflik:
1.
Konflik vertikal : yang
terjadi antara tingkat hirarki,seperti antara manajemen puncak dan manajemen
menengah, manajemen menengah dan penyelia, dan penyelia dan subordinasi. Bentuk
konflik bisa berupa bagaimana mengalokasi sumberdaya secara optimum,
mendeskripsikan tujuan, pencapaian kinerja organisasi, manajemen kompensasi dan
karir.
2.
Konflik Horisontal : yang terjadi
di antara orang-orang yang bekerja pada tingkat hirarki yang sama di dalam perusahaan.
Contoh bentuk konflik ini adalah tentang perumusan tujuan yang tidak cocok,
tentang alokasi dan efisiensi penggunaan sumberdaya, dan pemasaran.
3.
Konflik di antara staf lini : yang terjadi
di antara orang-orang yang memiliki tugas berbeda. Misalnya antara divisi
pembelian bahan baku dan divisi keuangan. Divisi pembelian mengganggap akan
efektif apabila bahan baku dibeli dalam jumlah besar dibanding sedikit-sedikit
tetapi makan waktu berulang-ulang. Sementara divisi keuangan menghendaki jumlah
yang lebih kecil karena terbatasnya anggaran. Misal lainnya antara divisi
produksi dan divisi pemasaran. Divisi pemasaran membutuhkan produk yang beragam
sesuai permintaan pasar. Sementara divisi produksi hanya mampu memproduksi
jumlah produksi secara terbatas karena langkanya sumberdaya manusia yang akhli
dan teknologi yang tepat.
4.
Konflik peran berupa
kesalahpahaman tentang apa yang seharusnya dikerjakan oleh seseorang. Konflik
bisa terjadi antarkaryawan karena tidak lengkapnya uraian pekerjaan, pihak
karyawan memiliki lebih dari seorang manajer, dan sistem koordinasi yang tidak
jelas.
KATEGORI KONFLIK
Menurut Marquis dan Huston (1998),
konflik dipandang secara vertikal dan horisontal. Konflik vertikal terjadi
antara atasan dan bawahan sedangkan konflik horisontal terjadi antara staf
dengan posisi dan kedududukan yang sama. Konflik dapat dibedakan menjadi tiga
yakni:
1.
Konflik
Intrapersonal
Konflik interpersonal adalah konflik yang terjadi pada individu itu
sendiri. Keadaan ini merupakan masalah internal untuk mengklarifikasi masalah
nilai dan keinginan dari konflik yang terjadi. Hal ini sering dimanifestasikan
sebagai akibat dari manifesatasi peran.
2.
Konflik
Interpersonal
Konflik interpersonal terjadi antara dua orang atau lebih dimana nilai,
tujjuan dan keyakinan berbeda. Konlfik ini seering terjadi karena seseorang
dengan konstan berinteraksi denagn orang lain sehingga ditemukan
perbedaan-perbedaan.
3.
Konflik
Antarkelompok (Intergroup)
Konflik yang terjadi antara dua atau lebih kelompok, departemen atau
organisasi. Sumber konflik ini adalah hamabtan dalam mencapai kekeusaan dan
otoritas (kualitas layanan), serta keterbatasan prasarana (Nursalam, 2011).
STRATEGI
PENYELESAIAN KONFLIK
Strategi penyelesaian konflik dapat dibedakan menjadi enam macam, yakni :
1.
Kompromi
Atau Negosiasi
Suatu
strategi penyelesaian konflik dimana semua pihak yang terlibat saling menyadari
dan sepakat pada keinginan bersama. Strategi ini biasa disebut dengan lose-lose
situation. Kedua belah pihak yang terlibat saling menyerah dan
menyepakati hal yang telah dibuat. Didalam manajemen keperawatan, strategi ini
biasa digunakan oleh middle dan top manajer
keperawatan.
2.
Kompetisi
Strategi ini
dapat diartikan sebagai win-lose situation. Penyelesaian ini
menekankan hanya ada satu orang atau kelompok yang menang tanpa
mempertimbangkan kalah. Akibat negatif dari strategi ini adalah kemarahan,
putus asa, dan keinginan untuk perbaikan dimasa mendatang.
3.
Akomodasi
Istilah lain
yang sering digunakan adalah cooperative situation. Konflik
ini berlawanan dengan kompetisi. Pada strategi ini seseoarng berusaha
mengakomodasi permasalahan, dan memberi kesempatan pada orang lain untuk
menang. Pada strategi ini, masalah utama yang terjadi sebenarnya tidak
terselesaikan. Strategi ini biasanya digunakan dalam dunia politik untukl
merebut kekuasaan dengan berbagai konsekuensinya.
4.
Smoothing
Teknik ini
merupakan penyelesaian konflik dengan cara mengurangi komponen emosional dalam
konflik. Pada strategi ini, individu yang terlibat dalam konflik berupaya mencapai
kebersamaan daripada perbedaan dengan penuh kesadaran dan introspeksi diri.
Strategi ini bisa diterapakan pada konflik yang ringan tetapi tidak dapat
dipergunakian pada konflik yang besar, misalnya persaingan pelayanan/hasil
produksi.
5.
Menghindar
Semua yang
terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang masalah yang
dihadapi tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan masalah.
Strategi ini biasanya dipilih bila ketidaksepakatan membahayakan kedua pihak,
biaya penyelesaian lebih besar daripada menghindar, atau perlu orang
ketiaga dalam menyelesaiaknnya, atau jika masalah dapat terselesaikan dengan
sendirinya.
6.
Kolaborasi
Menurut
Bowditch dan Buono (1994) strategi ini merupakan strategi win-win
solution. Dalam kolaborasi, kedua belah pihak yang terlibat menentukan
tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan. Karena
keduanyan yakin akan tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Strategi
kolaborasi tidak akan berjalan jika kompetisi insentif sebagai bagian dari
situasi tersebut, kelompok yang terlibat tidak mempunyai kemampuan dalam
menyelesaikan masalah, dan tidak adanya kepercayaan dari kedua
kelompok/seseorang (Nursalam, 2011).
CARA MENGHITUNG TENAGA PERAWAT
Terdapat beberapa cara/ metode
penghitungan jumlah tenaga perawat. Jumlah tenaga keperawatan disuatu ruang
rawat ditetapkan dari klasifikasi berdasarkan derajat ketergantungan.
Menurut Douglas ( 1992), klasifikasi DERAJAT KETERGANTUNGAN PASIEN DIBAGI DALAM 3 KATEGORI :
1. Perawatan minimal memerlukan waktu 1 – 2
jam/ 24 jam, Kriteria :
a.
Kebersihan diri, mandi ganti pakaian
dilakukan sendiri
b.
Makan dan minum dilakukan sendiri
c.
Ambulansi dengan pengawasan
d.
Observasi tanda-tanda vital
dilakukan setiap jaga ( shift )
e.
Pengobatan minimal dengan status
psikologis stabil
2.
Perawatan parsial memerlukan waktu 3 – 4 jam/ 24jam,
Kriteria :
a.
Kebersihan diri dibantu, makan dan
minum dibantu
b.
Observasi tanda-tanda vital setiap 4
jam
c.
Ambulansi dibantu, pengobatan lebih
dari sekali
d.
Pasien dengan kateter urine,
pemasukan dan pengeluaran intake output cairan dicatat / dihitung.
e.
Pasien dengan infus, persiapan
pengobatan yang memerlukan prosedur
3. Perawatan total memerlukan waktu 5 – 6
jam/ 24jam, Kriteria :
a.
Semua keperluan pasien dibantu
b.
Perubahan posisi, observasi
tanda-tanda vital dilakukan setiap 2 jam
c.
Makan melalui slang ( NGT / pipa
lambung ), terapi intravena
d.
Dilakukan penghisapan lender
e.
Gelisah / disorientasi.
Berdasarkan kategori tersebut, didapatkan
jumlah perawat yang dibutuhkan pada pagi, sore dan malam sesuai dengan tingkat
ketergantungan pasien :
No |
Klasifikasi
Pasien |
||||||||
Minimal |
Parsial |
Total |
|||||||
Pagi |
Siang |
Malam |
Pagi |
Siang |
Malam |
Pagi |
Siang |
Malam |
|
1 |
0,17 |
0,14 |
0,07 |
0,27 |
0,15 |
0,10 |
0,36 |
0,30 |
0,20 |
2 |
0,34 |
0,28 |
0,14 |
0,54 |
0,30 |
0,20 |
0,72 |
0,60 |
0,40 |
3 |
0,51 |
0,42 |
0,21 |
0,81 |
0,45 |
0,30 |
1.08 |
0,90 |
0,60 |
dst |
Sumber :
Dauglas ( 1984 ).
Contoh :
Suatu ruang rawat dengan 22 pasien (3 pasien dengan klasifikasi minimal, 14
pasien dengan klasifikasi parsial, dan 5 pasien dengan klasifikasi total ) maka
jumlah perawat yang dibutuhkan untuk jaga pagi ialah :
(3 x 0,17 =
0,51) (14 x 0,27 = 3,78) (5 x 0,36 = 1,80)
Jumlah = 6,096 orang (6 orang)