Kiat Manajemen Waktu
Oleh : Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
Bagaimana cara kita bisa membagi waktu dengan baik? Ini
sangat mudah dimanfaatkan ketika seseorang ingin meraih ilmu agama sembari
meraih dunia atau belajar ilmu dunia.
Kiat-kiat berikut mudah-mudahan bisa membantu.
1- Buat batasan waktu untuk setiap aktivitas setiap
harinya.
Misal, berapa lama
waktu tidur, berapa lama waktu untuk menunaikan kewajiban, berapa lama waktu
berkunjung ke orang lain, berapa lama waktu duduk-duduk sampai pada waktu untuk
mudzakarah (mengulang pelajaran).
2- Yang sangat membantu dalam manajemen waktu adalah
meninggalkan aktivitas yang sia-sia dan berlebihan dari yang sewajarnya.
Seperti
meninggalkan banyak tidur, banyak makan dan minum, nongkrong dan membicarakan
hal yang tidak manfaat (banyak bicara), meninggalkan berbagai media dan alat
yang banyak melalaikan seperti waktu terhabiskan dalam menggunakan handphone,
browsing atau main game. Begitu pula yang keliru, waktu dihabiskan pula untuk
menelusuri terus berita yang tidak jelas (qiila wa qaal) dan sibuk dengan berita
politik.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ
يَعْنِيهِ
“Di antara kebaikan
islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.” (HR. Tirmidzi, no. 2317; Ibnu Majah, no. 3976. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلاَثًا وَيَكْرَهُ
لَكُمْ ثَلاَثًا فَيَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَيَكْرَهُ
لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ
“Sesungguhnya Allah
meridhai tiga hal dan membenci tiga hal bagi kalian. Dia meridhai kalian untuk
menyembah-Nya, dan tidak menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya, serta berpegang
teguhlah kalian dengan tali Allah dan tidak berpecah belah. Dia pun membenci tiga
hal bagi kalian, menceritakan sesuatu yang tidak jelas sumbernya (qiila wa
qaal), banyak bertanya, dan membuang-buang harta.” (HR. Muslim,
no. 1715)
Apa yang dimaksud qiila wa qaal? Sebagaimana dinukil
dari Ibnu Battol, Imam Malik berkata,
وَهُوَ الإَكْثَارُ مِنَ الكَلاَمِ وَالإِرْجَافِ،
نَحْوُ قَوْلُ النَّاسِ: أَعْطَى فُلاَنٌ كَذَا وَمَنَعَ كَذَا، وَالخَوْضُ
فِيْمَا لاَ يَعْنِى
“Banyak bicara dan
menyebar berita yang membuat orang ketakutan. Seperti dengan mengatakan, “Si
fulan memberi ini dan tidak mendapat ini.” Begitu pula
maksudnya adalah menceburkan diri dalam sesuatu yang tidak manfaat.” (Syarh Ibn Battol, 12: 48)
Ibnu Hajar mengatakan bahwa yang dimaksud adalah,
حِكَايَة أَقَاوِيل النَّاس وَالْبَحْث عَنْهَا كَمَا
يُقَال قَالَ فُلَان كَذَا وَقِيلَ عَنْهُ كَذَا مِمَّا يُكْرَه حِكَايَته عَنْهُ
“Menceritakan
perkataan orang banyak, lalu membahasnya. Juga bisa dikatakan seperti seseorang
berkata bahwa si fulan berkata seperti ini atau seperti itu dan sebenarnya hal
itu tidak disukai sebagai bahan cerita.” (Fath
Al-Bari, 11: 306-307)
Imam Nawawi menyatakan,
الْخَوْض فِي أَخْبَار النَّاس ، وَحِكَايَات مَا لَا
يَعْنِي مِنْ أَحْوَالهمْ وَتَصَرُّفَاتهمْ
“Yang dimaksud
adalah menceburkan diri dalam berita-berita yang dibicarakan orang, dalam hal
yang tidak manfaat yang membicarakan aktivitas atau gerak-gerik orang lain.” (Syarh Shahih Muslim, 12: 11)
Diutarakan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin,
waktu bagi seorang penuntut ilmu kadang terbuang sia-sia dikarenakan:
a- Enggan mengulang dan muraja’ah apa yang telah
ia baca dan pelajari.
b- Duduk dan nongkrong dengan teman-teman yang
menghabiskan waktu tanpa faedah.
c- Sibuk dengan membicarakan orang dan membicarakan
sesuatu yang tidak jelas.
Penjelasan di atas disebutkan dalam Kitab Al-‘Ilmi.
3- Jangan punya kebiasaan menunda-nunda, berkata, “Ah,
nanti sajalah.”
Menunda-nunda
kebaikan dan sekedar berangan-angan tanpa realisasi, kata Ibnul Qayyim bahwa
itu adalah dasar dari kekayaan orang-orang yang bangkrut.
إن المنى رأس أموال المفاليس
“Sekedar
berangan-angan (tanpa realisasi) itu adalah dasar dari harta orang-orang yang
bangkrut.” (Madarij As-Salikin, Ibnul Qayyim, 1: 456, Darul Kutub Al-‘Arabi. Lihat pula Ar-Ruuh, Ibnul Qayyim, 247, Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah; Zaad Al-Ma’ad, Ibnul Qayyim, 2: 325, Muassasah Ar- Risalah; ‘Iddatush Shabirin,
Ibnul Qayyim, 46, Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah)
Dalam sya’ir Arab juga disebutkan,
وَ لاَ تَرْجِ عَمَلَ اليَوْمِ إِلَى الغَدِ
لَعَلَّ غَدًا يَأْتِي وَ أَنْتَ فَقِيْدُ
Janganlah engkau menunda-nunda amalan hari ini hingga
besok
Seandainya besok itu tiba, mungkin saja engkau akan
kehilangan
Dari Abu Ishaq, ada yang berkata kepada seseorang dari
‘Abdul Qois, “Nasehatilah kami.” Ia berkata, “Hati-hatilah
dengan sikap menunda-nunda (nanti dan nanti).”
Al Hasan Al Bashri berkata, “Hati-hati dengan
sikap menunda-nunda. Engkau sekarang berada di hari ini dan bukan berada di
hari besok. Jika besok tiba, engkau berada di hari tersebut dan sekarang engkau
masih berada di hari ini. Jika besok tidak menghampirimu, maka janganlah engkau
sesali atas apa yang luput darimu di hari ini.” (Dinukil
dari Ma’alim fii Thariq Tholab Al-‘Ilmi, Dr. ‘Abdul
‘Aziz bin Muhammad bin ‘Abdillah As
Sadhaan, 30, Darul Qabis)
Itulah yang dilakukan oleh kita selaku penuntut ilmu.
Besok sajalah baru hafal matan kitab tersebut. Besok sajalah baru mengulang
hafalan qur’an. Besok sajalah baru menulis bahasan fiqih tersebut.
Besok sajalah baru melaksanakan shalat sunnah itu, masih ada waktu. Yang
dikatakan adalah besok dan besok, nanti dan nanti sajalah.
Jika memang ada kesibukan lain dan itu juga kebaikan,
maka sungguh hari-harinya sibuk dengan kebaikan. Tidak masalah jika ia menset
waktu dan membuat urutan manakah yang prioritas yang ia lakukan karena ia bisa
menilai manakah yang lebih urgent. Namun bagaimanakah jika masih banyak waktu,
benar-benar ada waktu senggang dan luang untuk menghadiri majelis ilmu, muroja’ah,
menulis hal manfaat, melaksanakan ibadah lantas ia menundanya. Ini jelas adalah
sikap menunda-nunda waktu yang kata Ibnul Qayyim termasuk harta dari orang-orang
yang bangkrut. Yang ia raih adalah kerugian dan kerugian.
Bagaimana cara membagi waktu lagi? Adakah contoh menarik
dari para ulama?
4- Memanfaatkan setiap detik waktu untuk kebaikan dan
ibadah.
Coba lihat contoh
para ulama di masa silam, mereka adalah orang-orang yang sangat memperhatikan
waktu dengan baik.
Contoh-contohnya:
Salim Ar-Razi, seorang ulama Syafi’iyah pernah
mengatakan, “Aku telah membaca satu juz kitab selama perjalananku.” Itu ia
lakukan dalam perjalanan pergi dan pulang ke rumahnya.
Al-Hafizh Adz-Dzahabi ketika menjelaskan biografi
Al-Khatib Al-Baghdadi, ia berkata, “Sudah biasa Al-Khatib itu berjalan dan ada
satu juz kitab di tangannya untuk ia telaah.”
Anak dari Ibnu ‘Asakir pernah menceritakan tentang
bapaknya, bahwa sejak 40 tahun ia selalu sibuk bersama kitab ilmu, mushaf
Al-Qur’an yang ia baca dan ia pun sibuk menghafal.
Abul Wafa’ ‘Ali bin Aqil menyatakan abhwa ia sampai tidak
ingin menyia-nyiakan satu detik dari umurnya. Jika ia tidak mengulang
pelajaran, tidak pula memanfaatkan matanya untuk menelaah, ia berpikir di waktu
rehatnya. … Subhanallah …
Ibnul Qayyim berkata bahwa ia mengetahui sendiri ada
ulama yang sakit, pusing atau sakit demam, saat itu kitab masih berada di sisi
kepalanya. Jika sadar, ia membaca buku tersebut. Jika ia tak sadarkan diri,
buku tersebut tergeletak.
5- Membuat jadwal belajar.
Jadwal belajar itu
mulai dari Shubuh hari. Rincian yang disarankan oleh para ulama sebagai
berikut.
Waktu shubuh adalah waktu untuk menghafal, lebih-lebih menghafal
Al-Qur’an Al-Karim. Waktunya adalah ketika waktu sahur (menjelang Shubuh) dan
setelah Shubuh. Karena ketika itu pikiran masih jernih. Menghafal saat itu
sangat-sangat mudah. Cara yang bisa ditempuh adalah dengan melakukan shalat
Shubuh di masjid, lalu diam hingga waktu syuruq (matahari terbit). Waktu
tersebut digunakan untuk menghafal dan mengulang hafalan (muraja’ah). Jika
selesai dari menghafal Al-Qur’an, bisa juga digunakan untuk menghafal matan
berbagai cabang ilmu seperti menghafal hadits, fikih, ilmu ushul dan bahasa
Arab.
Jika punya waktu untuk bekerja atau belajar di sekolah
saat pagi, maka tekunilah aktivitas tersebut. Jika tidak, maka hafalan bisa
dilanjutkan hingga mendekati Zhuhur. Lantas sebelum Zhuhur, ambillah waktu
untuk melakukan qailulah (tidur siang sejenak).
Setelah ‘Ashar digunakan untuk muthala’ah (menelaah),
membaca, belajar, menghadiri majelis ilmu, atau mengulang hafalan yang telah
dihafal.
Setelah Maghrib digunakan untuk menghadiri majelis ilmu.
Sedangkan ba’da Isya’ digunakan untuk mengulang pelajaran atau menelaah suatu
pelajaran.
Namun penjadwalan di atas berbeda untuk setiap orang.
Seorang pekerja dengan seorang yang masih jadi pelajar atau mahasiswa, tentu
berbeda manajemen waktunya. Seorang yang telah menikah dan yang masih bujang,
juga berbeda. Orang yang super sibuk dengan yang biasa saja, tentu berbeda
pembagian waktunya.
Yang jelas hendaklah seseorang berusaha untuk memenej
waktunya dengan baik untuk waktu siang dan malam. Hendaklah ada waktu untuk
menghafal dan membaca. Namun jangan sampai melupakan waktu untuk rehat.
Hendaklah seseorang yang sudah menyusun waktu, konsekuen dengan jadwalnya. Jika
tidak, maka harinya akan sia-sia, sehingga tersia-sialah umurnya.
Semoga Allah memudahkan kita untuk memenej waktu kita
dengan baik.
Referensi: